Ibu…ada rindu di hatiku yang membuatku bertahan untuk hidup. Karena rindu ini sangat indah dan penuh pesona. Penuh warna-warna indah laksana Bianglala yang tersemburat di langit senja….begitu menakjubkan meski hanya fatamorgana.
Oh ibu, ternyata hidup ini lebih indah tanpa kebencian, dendam dan sakit hati. Setelah sekian lama menunggu, menanti, mencari dan berusaha, akhirnya aku tahu bahwa hanya ada satu jalan untuk menghapus benci dan dendam… yaitu maaf.
Maaf yang lahir dari relung sanubari paling dalam lebih mulia di bandingkan kata-kata hiburan dalam sejuta penafian. Maaf bagai selaksa pawana yang berhembus dari surga, membuang semua kesal, lara dan nestapa. Menceriakan kembali hati yang berduka. Maaf yang di iringin doa-doa pujian memuja keagungan-Nya yang menghantarkan aroma dupa dan doa, terhisap melalui nafas kehidupan, mengalir kedalam aliran darah, merengangkan syaraf-syaraf emosi, memupus benci dan menyinari hati.
Ibu, ada yang bilang bahwa meminta maaf tidak akan membuat kita rendah dan memberi maaf adalah suatu sifat yang mulia. Tapi sebenarnya… maaf memaafkan tidaklah semudah yang di ucapkan. Jarang sekali muncul ketulusan dan kasih sayang. Hanya kemarahan dan sebentuk dendam.
Ibu, selalu ada maaf di hatiku untuk siapa saja. Namun untuk mengatakan ‘aku memaafkan.."’ tidaklah akan semudah itu. Jika aku hanya diam menatapnya tanpa kata… bukannya aku berhati kejam dan tidak pemaaf.