#Save_Jodha! Selamatkan Jodha! - @mayzulaikha. Seruan itu kuterima tepat tengah malam setelah acara Selamat Malam Indonesia di Antv selesai. Aku tidak paham dengan maksud seruan itu... ~ #Save_Jodha! ~. Kenapa Jodha perlu di selamatkan? Apa yang terjadi padanya? Terakhir aku bertemu dengannya, gadis itu baik-baik saja. Kondisinya stabil dan semangat hidupnya tinggi. Kalian tidak akan pernah melihat orang yang begitu penuh dengan semangat hidup seperti jodha. Langit boleh runtuh, laut boleh meluap, tapi optimisme yang di miliki Jodha adalah optimisme yang tidak akan pernah padam di terpa angin utara. Optimisme yang menginspirasi kami semua untuk selalu mendukung Jodha. Menyuarakan ide-idenya dan menjadi tangan dan kaki untuknya. Tidak ada orang yang di lahirkan dengan sejuta kebaikan seperti Jodha. Tidak ada orang yang mempunyai keinginan untuk berbagi sebesar yang di miliki Jodha. Dalam ketidak berdayaannya dia memberikan apa yang dia punya demi cita-cita mulia yang di embannya.
Lalu tiba-tiba pesan SOS dari Imel Imut muncul di BBM ku. Singkat dan padat. #Save_Jodha! Hatiku bertanya-tanya, tapi otakku tidak punya waktu untuk berpikir. Secepat meteor jatuh, aku mengeluarkan Honda Vario ku dan segera meluncur keluar dari sanctuary ku yang nyaman di bukit barisan menuju kediaman Jodha di Kotabumi Utara. Jalan raya sangat sepi dan lenggang. Daerah rawan ku lalui tanpa gentar. Jarak 180 km ku tempuh dalam waktu kurang dari 2 jam. Semua demi menyelamatkan Jodha.
Aku tiba di kediaman Jodha yang sudah ramai dengan kedatangan Jodha Lover. Yang membuatku heran, jumlah mereka sangat banyak. Aku tidak tahu bagaimana Imel Imut bisa mengumpulkan orang sebanyak itu di tengah malam begini untuk #save_Jodha. Aku belum selesai menyalami mereka satu persatu ketika Imel Imut tergopoh-gopoh menyambutku. Dia segera membawaku ke kamar Jodha. Aku melihat gadis itu berbaring dengan tenang di tempat tidurnya, seperti orang yang sedang tidur nyenyak. Di bibirnya tersungging sebuah senyuman. Senyum yang selalu berhasil membuat hati kami tenang setiap kali melihatnya.
"Apa yang terjadi?" tanyaku pada imel.
"Jodha mendapat serangan. Dokter sudah memberikan suntikan penenang. Dia sempat tersadar beberapa waktu lalu dan berkata kalau dia ingin bertemu Paridhi Sharma," jelas Imel Imut.
"Bertemu Paridhi Sharma? Kamu yakin?" tanyaku penuh selidik. Imel tanpa ragu mengangguk, "dalam kondisi yang seperti ini, bagaimana dia bisa pergi ke Jakarta dan bertemu Paridhi Sharma?"
"Dia tidak harus pergi ke Jakarta.." ucap Imel lirih seolah takut idenya di dengar orang lain.
"Maksudmu?" tanyaku dengan rasa ingin tahu.
"Kita bisa membawa Patidhi Sharma kemari .....untuk bertemu Jodha." ucap Imel Imut.
"Are you Insane? Kau pikir dia mau melakukan itu?" celaku atas ide gilanya.
"aku yakin dia mau, jika dia tahu alasannya. Aku sudah menelpon Dina, dia menjadi Guide Paridhi sekaligus penerjemahnya.."
"lalu apa katanya?"
"Dia bilang...jadwal Paridhi sangat padat. Tidak bisa di ganggu. Aku sudah minta dia mengatakan pada Paridhi alasannya. Tapi dia tetap tak bisa meyakinkan Paridhi, Paridhi hanya titip salam dan meminta maaf dan berdoa untuk kesembuhan Jodha..." jelas Imel dengan nada kecewa.
"kalau dia sudah berkata begitu, apalagi yang bisa kita lakukan?"
"Kita? kami mungkin tidak bisa melakukan apa-apa, tapi dirimu bisa!" ucap imel penuh harap. Aku langsung tahu kemana arah pembicaraannya.
Aku menggeleng cepat, "no! Jangan memintaku melakukan itu! Aku sudah menolak undangannya, aku takmungkin merayunya untuk datang memenuhi undanganku.!
"Please! Demi Jodha!"
Entah karena mendengar namanya di sebut atau apa, tiba-tiba tubuh Jodha yang berbaring bergetar. Semula hanya perlahan, tapi lama-lama getaran itu berubah menjadi guncangan hebat. Aku segera berlari mendekat. Imel cepat-cepat menekan bel emergency yang ada di samping ranjang tidur Jodha. Dokter Yanti yang adalah kakak sepupu Jodha sekaligus dokter pribadinya bergegas datang. Dengan cekatan dia memasang alat bantu pernafasan di hidung Jodha lalu mencoba menetralkan tekanan darahnya, lalu berguman dengan cemas, "diastolik diatas 125..."
"Apa yang terjadi?" tanyaku dengan tak kalah cemas.
"Serangan Disrefleksia..." sahut Dokter yanti tanpa menoleh.
"Seberapa sering?"
"Yang kedua dalam 24 jam ini.."
"Apa yang di pikirkannya? Bukankah seharusnya dia tidak perlu memikirkan apa-apa?.."
"Dia ingin bertemu Paridhi Sharma, perlakuan mereka di live show petang itu membuatnya terguncang. .." lapor Imel.
Berkat perawatan dokter Yanti, disrefleksia yang menyerang Jodha dapat di redakan. Begitu segalanya membaik, Jodha membuka matanya perlahan. Dia menatap sekeliling dan tersenyum saat melihat ku. Bibirnya berguman lirih hampir tak terdengar. Tapi semua yang hadir dapat memastikan kalau Jodha memanggil nama Paridhi Sharma sebelum kemudian kembali tak sadarkan diri.
Tanpa menunggu, aku segera merogoh androku yang tersimpan di kantong jaket yang kukenakan. Dan tanpa susah ku dial nomer telp Parsham. Aku tidak berharap dia akan mengangkat telponku, bahkan kalaupun dia memutusnya, aku merasa itu wajar. Tapi di luar dugaan, telp diseberang sana tersambung dan suara pria yang kukenal menyapaku ramah, "miss Kay? What a coincidence? How are you?" Tanmay, suami Paridhi menyapaku dalam bahasa Inggris dengan Logat India yang kental. Aku membalasnya dengan perasaan tak enak hati karena telah menggangunya di tengah malam begini.
"I m fine, mr Tanmay. How are you?" balasku dengan sopan. Tanmay menjawab dengan suara khasnya. Dia bercerita kalau dirinya dan Paridhi baru saja membicarakan diriku, "Pari ingin sekali bertemu denganmu. Bisakah kau datang ke Jakarta untuk bertemu dengan kami?"
Aku ingin mengatakan alasan mengapa aku menelpon Pari malam-malam begini. Tapi aku merasa sedikit segan pada tanmay, karena itu aku meminta izinnya agar bisa bicara dengan Paridhi Shrama. Tak sampai hitungan detik, terdengar suara merdu Paridhi, "hi.. what's up girl? Are you ready to meet me? Can't wait!"
"Can't wait too. But I need your help if you don't mind. Please!" Dengan akrab Paridhi bertanya bantuan apa yang aku inginkan. Aku segera menceritakan duduk perkara sebenarnya. Semuanya. Tentang Jodha dan situasinya, tentang keinginannya...
"Jodha? Nama aslinya Jodha? Kok kebetulan sekali..." tanya Paridhi sedikit Sangsi.
"Memang Jodha. Jodha Saraswati. Kalau kau datang aku akan tunjukan akta lahirnya padamu." bujukku dengan nada penuh harap.
"Ok tak masalah. Tapi aku harus bicara dengan dear hubby dulu. Kau tidak keberatan bukan?" tanyanya.
"Tentu saja tidak. Semoga Mr Tanmay setuju..." lalu setelah memintaku menunggu sebentar, Paridhi menutup sambungan telpon.
Imel yang sedari tadi menatapku dengan penuh perhatian dan rasa penasaran mendekatiku, "apa katanya?"
"Dia akan berunding dengan Tanmay dulu. Berdoalah, semoga dia setuju." ucapku. Imel tanpa aba-aba segera mengangkat kedua tanganya dan berdoa dengan memejamkan mata. Begitu khusyuk. Aku tersenyum melihat kesungguhannya. Dalam hati aku menaminkan apapun yang di pinta Imel dalam doanya. 15 menit kemudian, androku berdering. Sesuai dengan janjinya, Paridhi menelponku kembali.
"dear Kay, boleh saja aku pergi ke tempatmu. Tapi masalahnya, kami tidak tahu dimana itu. Kalau kau bisa..."
Aku tahu kemana arah pembicaraan Paridhi. Dia pasti tidak tahu bagaimana caranya datang kemari di tempat asing seperti ini. Karena itu sebelum dia lebih risau lagi, aku segera memotong ucapannya. Kujelaskan semua yang perlu dia tahu tentang situasi dan kondisi yang akan dia temui. Untuk memudahkan segalanya, aku berjanji akan mengirimkan seseorang untuk mengantarnya menemui kami. Paridhi setuju dan tidak keberatan sama sekali dengan pengaturan yang kurencanakan.
Begitu semua urusan dengan Paridhi selesai, aku segera menghubungi 'partner in crime' ku yang selalu bisa di andalkan. Jonathan Bay. Cowok kesayangan itu pasti sedang tidur nyenyak, semoga dia tidak marah dan menuntut kompensasi karena ku bangunkan tengah malam menjelang pagi seperti ini. Sekali mencoba, telponku tidak diangkatnya. Percobaan kedua dan ketiga pun tidak ada tanggapan. Aku tidak menyerah. Kutelpon nomernya sekali lagi... kali ini, suara serak dengan nada tensi tingkat tinggi mengertakku dari seberang sana, "Kay Elle, kau sudah bosan hidup atau apa? Malam-malam begini.."
Tak kudengarkan kata-kata nyolotnya, dengan suara tegas dan nada mengarahkan aku memaksanya membuka telinga lebar-lebar. Tidak ada bantahan sepanjang aku bicara. Aku jadi takut kalau dia tertidur lagi mendengar celotehku. Lalu dengan nada ingin tahu ku pastikan, "Jo..? Kau masih di situ?"
"Yup. Kalau Paridhi dan Tanmay tidak keberatan menemui kalian di pelosok, aku tidak punya keberatan apa-apa. Aku akan lakukan seperti yang kau katakan tapi dengan caraku sendiri..."
"Caramu sendiri? Apa itu? Jo..jangan main-main. Ini urgent!"
"Jangan khawatir. Aku tidak akan menghampakanmu. Tapi tolong.. siapkan akomodasi dan konsumsi untuk ...20 orang, kurang lebih.." pinta Jo.
"What??" tanyaku kaget.
"Jangan membantah, Kay! Aku memberitahumu sekarang karena aku tidak ingin melihatmu kelabakan besok dan merasa malu di depan tamu-tamumu karena tidak mampu menjamu mereka dengan baik. Jadi lakukan saja apa yang kukatan!" Lalu secara sepihak Jonathan memutuskan hubungan telpnya.
Saat Imel kuberitahu tentang kesediaan Paridhi untuk datang mengunjungi Jodha, dia terlihat sangat gembira. Dan begitu tahu kalau rombongan yang akan datang dengan bintang idolanya sekitar 20 orang, Imel bergegas memberitahu Jodha Lover yang masih tinggal dan segera membentuk panitia penyambutan. Aku mengintip dari jendela kamar Jodha dan melihat kalau jumlah member yang tinggal tidak akan cukup untuk mempersiapkan acara penyambutan Paridhi. Aku berniat menelpon bala bantuan dari teman-teman dekatku ketika tanpa kusangka dan kunyana, orang-orang mulai berdatangan. Awalnya hanya beberapa orang, lalu beberapa rombongan kecil, semakin lama semakin banyak orang berdatangan, padahal pagi belum juga menjelang. Kerisauanku seketika hilang dan berubah menjadi kekaguman. Ku dekati Jodha yang terbaring tenang, kuelus rambutnya sambil berguman "..semua ini, segala kemudahan ini... adalah karena dirimu. Karena kebaikan yang kau tawarkan pada semua orang." Tidak ada respon darinya, tapi aku tahu, di bawah alam sadarnya, dia pasti mendengarkan dan merasakan apa yang telah kami lakukan.
Matahari telah naik sepenggalah, ketika Dokter Yanti menyentuh pundakku dengan lembut, "kay...??!!"
Aku membuka mata dan tersipu melihatnya, "sudah siang ya? Aku tertidur.."
"Tidak apa. Kau memang perlu istirahat. Kalau kau ingin merapikan diri, pergilah ke kamarku. Aku telah menyiapkan beberapa baju ganti untukmu." saran Yanti.
"Baju ganti?"
"Ya. Semua masih baru. Beberapa hari lalu, Jodha memintaku membelikan beberapa buah baju baru dan menyuruku membawanya ke laundry sebelum di simpan dalam lemari. Aku tidak tahu tujuannya saat itu. Tapi kini aku tahu, dia berniat membelikan baju ganti untukmu. Karena ukurannya.. pas benar dengan size bajumu," jelasnya. Mendengar kata-katanya, bulu kudukku menjadi meremang. Dengan takut-takut aku menatap Jodha dan Yanti secara bergantian. yanti tersenyum seolah memahami apa yang kupikirkan. Ucapnya, "terkadang seseorang yang akan bermutasi memiliki kepekaan yang tinggi. Aku tidak tahu kapan itu akan terjadi, tapi melihat intensitas serangan yang dialaminya, hal itu bisa terjadi kapan saja. Kita harus mempersiapkan diri untuk situasi terburuk yang akan dia alami."
Aku merasakan seperti sebuah palu godam di hantamkan ke dadaku. Nafasku menjadi sesak mendengar kata-kata Yanti. Aku tahu kemungkinan terburuk yang akan dialami Jodha tidak lain dan tidak bukan adalah kematian. Kematian yang berarti kebebasan baginya dan kehilangan bagi kami semua. Aku coba menepis semua bayangan itu dari benakku dan bergegas pergi kekamar Yanti untuk membersihkan dan merapikan diri. Kukenakan baju ganti yang telah di persiapkan Yanti. Persis seperti katanya, baju itu sangat pas saat kukenakan. Model dan warnanya adalah kesukaanku. Seolah aku yang telah membeli baju ini, bukan orang lain yang membelikannya untukku.
Pukul 10 siang, kuterima telp pertama dari Jonathan. Dia mengabarkan kalau 1 jam lagi, dia dan rombongan akan tiba. Aku segera meneruskan kabar itu pada Imel dan Jodha Lover yang telah selesai bersiap-siap di luar sana. Mendengar kabar itu, semua yang hadir terlihat sangat antusias dan tidak sabar. Tiba-tiba terdengar teriakan dari kamar Jodha. AKu dan Imel bergegas berlari kesana dengan cemas. Aku telah membayangkan kemungkinan terburuk. Tapi yang kutemui adalah seraut wajar tirus dengan mata berbinar-binar gembira.
"Benarkah Kay, Paridhi akan datang kesini?" tanya Jodha dengan suaranya yang lemah tapi penuh gairah. Aku mengerling kearah Yanti yang mengangguk nakal.
"Ho oh... tapi aku rasa dia tidak akan mau menemuimu.." godaku usil.
Jodha dengan rasa ingin tahu bertanya, "kenapa begitu? bukankah dia datang untukku?"
"Memang dia datang untukmu, tapi mana mau dia ketemu denganmu kalau kau berantakan seperti ini.." kerlingku nakal di sambut tawa Ynti dan Imel.
Jodha meringis malu, "kalau begitu kau harus merapikan aku. Aku harus terlihat cantik dan atraktif di depan nya.."
"tentu, sayang. kami akan mempersiapkanmu. Bukan begitu Kay, Mel?" tanya Yanti. Kami mengangguk mengiyakan.
Lalu dengan gerak cepat, kami mempersiapkan Jodha. Butuh waktu yang sedikit lebih lama untuk mempersiapkannya. Karena Jodha ingin menyambut Paridhi di luar sana, dengan duduk di kursi roda. Menurutnya itu terlihat lebih elegan daripada berbaring di atas tempat tidur seperti orang tak berdaya. Kami miris mendengar usulannya. Semula dengan alasan kesehatannya yang tidak memungkinkan, Yanti menolak permintaan Jodha. Tapi setelah di pertimbangkan lagi, dia menyetujuinya. Dengan syarat, agar Jodha tetap tenang dan berusaha tidak merasa antusias. Karena perasaan-perasaan sepeti itu dapat merangsang serangan Disrefleksia. Jodha mengangguk setuju.
Saat yang di tunggu-tunggupun tiba. Terdengar pengumuman kalau rombongan Paridhi sudah tiba di halaman. Jodha terlihat sangat excited. Yanti terlihat cemas dan khawatir. Berkali-kali dia mencoba menarik nafas untuk menyembunyikan kecemasannya.
"Kau sudah siap, Jodha?" tanyaku lembut, "kita keluar sekarang?" Jodha mengangguk pasti.
Aku segera mendorong kursi roda Jodha keluar rumah, di mana rombongan Jodha barus saja turun dari mobil yang mengantar mereka. Aku mengambil posisi di bawah kanopi agar tubuh Jodha yang ringkih tidak langsung tersiram cahaya matahari. Paridhi yang baru saja turun dari mobil menoleh karah kami dan bergegas melangkah menghampiri. Dia tersenyum kearahku dengan tatapan puas, "Kay elle? Akhirnya aku bisa bertemu denganmu.." ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Aku menyambut uluran tangannya dan memeluknya akrab, "selamat datang Miss Pari.."
"Thank you! Sungguh tidak sia-sia berkunjung kemari. Dengan pemandangan alam seindah ini dan sambutan meriah seperti ini..." Paridhi merentangkan tanganya sebagai tanda kalau dia sangat senang bisa bertemu fans-fansnya dari pelosok. Beberapa kru televisi bersiap-siap untuk merekam dan mengambir gambar. Aku sama sekali tidak menyangka, kalau kedatangan Paridhi di iringi kru televisi. Melihat keterkejutanku, Paridhi berbisik, "kau tidak keberatan bukan kalau mereka merekam semua yang terjadi disini? Ini bukan ideku, tapi ide temanmu ..Mr. Jo Bay."
Sudah ku duga! Seharusnya aku paham apa maksud Jo saat dia mengatakan dia akan melakukan dengan caranya. Aku melirik teman terkasihku yang melambai sambil tersenyum lebar itu dengan wajah sengit. Bukan nya merasa kecut, Jo malah mengangkat jempolnya penuh kekaguman.
"Apakah ini Miss Jodha yang hebat itu?" tanya Paridhi saat melihat Jodha. Jodha mengangguk dengan tersipu malu. "Senang berkenalan denganmu. Miss Kay sudah bercerita banyak tentangmu. Dan aku datang kesini.... khusus untuk menemuimu..." Jodha terlihat terharu mendengar kata-kata merdu penuh kasih dari bibir Paridhi. Matanya berkaca-kaca. Paridhi pun memeluknya.
Sambutan untuk Paridhi, Tanmay dan rombongan berlangsung meriah. Para fans begitu ramah dan penuh pengertian terhadap idola mereka yang baru menempuh perjalanan panjang dari ibukota. Paridhi dan Tanmay seperti tidak kenal lelah menjawab setiap pertanyaan pengemar dan melayani permintaan mereka untuk foto bersama. Acara yang semula di khusukan untuk Jodha menjadi jumpa fans buat Paridhi dan penggemarnya. Mereka semua terlihat gembira dan berbahagia. Tak perduli walau cuaca redup mengiringi.
Semua terlihat gembira dan tidak ingin suasana penuh keakraban itu berakhir begitu saja. Begitu pula Jodha. Dia tetap ingin ikut serta, meski tanda-tanda kesehatannya tidak mendukung. Dia terlihat susah bernafas karena terlalu lama duduk di kursi roda. Dokter Yanti mencoba mebujuknya agar mau kembali ke kamar dan berbaring. Tapi Jodha menolak. Dia ingin berada bersama bintang Idolanya. Tidak ada yang bisa membujuknya.
Dan akhirnya apa yang kami takutkan terjadi. Di sela-sela kemeriahan suasana, Jodha mendapat serangan lagi. Dokter Yanti di bantu beberapa orang segera membopong tubuh Jodha kembali ke kamar. Dengan sigap Yanti mencoba memberikan pertolongan dan perawatan. Tapi rupanya, serangan kali ini adalah serangan disrefleksia terakhir untuk Jodha. Dengan di dampingi Paridhi Sharma, Jodha menghembuskan nafas terakhirnya. Jodha yang baik hati dan selalu menginspirasi telah tiada. Dia yang selalu penuh perhatian pada penderitaan sesama, selalu menawarkan kebahagian untuk orang lain harus menyerah pada dekapan kematian. Sungguh tragedi kehidupan yang memilukan. Kuundang Paridhi untuk #save_jodha, tapi dia malah datang untuk menghantar Jodha pergi ke haribaan-Nya.
Aku hanya bisa menatap tubuh yang terbujur tak berdaya itu dengan hati pilu. Kesedihan menyelubungi rongga dada, hingga aku tidak bisa berkata-kata. Jodhaku telah tiada.. sungguh tidak bisa ku percaya. Hantaman kenyataan menyedihkan ini membuat kepalaku seperti dihantuk-hantukan ke tembok beton. Mataku nanar dan kesadaranku perlahan-lahan hilang. Aku sempat merasakan pelukan tangan Paridhi di bahuku sebelum aku tidak ingat apa-apa lagi. Semua menjadi hitam.. kelam dan menakutkan. Sehitam dan sekelam ketika cahaya bintang tak lagi menghiasi langit malam. Aku seperti terkurung dalam lubang dalam yang menyesakkan dimana untuk dapat menghirup udara aku harus berjuang keras. Sekuat tenaga aku berusaha keluar dari lubang dan kegelapan itu. hingga kurasakan sebuah sentuhan dingin yang lembut menyentuh pipiku... semula hanya sentuhan, lalu sebuah tepukan-tepukan kecil. Apakah itu Paridhi Sharma? batinku penuh harap.
Sebuah suara mencoba menarikku keluar dari alam bawah sadar, "Kay Elle, bangun! Ada paridhi Sharma di @HitamPutihT7 tuh! Cepetan bangun! Nanti keburu bubar acaranya!" Aku coba mengingat suara-yang lamat-lamat terdengar di telingaku itu. Tidak terdengar apa-apa. Aku tajamkan pendengaran dan seperti ledakan bom, sebuah teriakan keras menerjang gendang telingaku, "Kay elleee! Banguuuuuuunnnn!!!!"
Mataku terbelalak lebar dan menatap sekeliling dengan nyalang. Ternyata aku tertidur di atas kursi kerjaku. Aku mencoba mencari suara yang mengagetkanku. Tapi tak kulihat seorangpun di ruangan itu. Tapi jangan khawatir, aku tahu siapa yang mengusikku. Siapa lagi kalau bukan kembaranku, "Joooooo!!!!" THE END