Setelah Check in, Jodha berkurung di kamarnya hingga waktu
makan malam tiba. Enaknya menginap di Santika adalah, Anda tidak perlu sibuk
cari transporasi untuk jalan-jalan cari makan dan shopping, karena hotel itu
sudah terintegrasi dengan mall dan shopping center. Dari supermarket, restoran
dan food square semua lengkap. Bahkan seminar esok hari pun akan di adakan di convention
center milik IPB yang ada di gedung yang sama.
Jodha sedang bersiap untuk turun ketika hpnya berdering.
Jodha mengangkat telpon dan memberitahu penelpon di seberang sana, kalau
dirinya otw ke tempat yang di janjikan. Setelah memutus pembicaraan, Jodha
mengambil tas tanganya dan bergegas keluar.
Sampai di depan meja resepsionis, seseorang menyambutnya.
Jodha menyapanya dengan gembira, “Surya…”
Yang dipanggil Surya menoleh dan menyambut kedatangan Jodha
dengan senyum sumringah. Keduanya saling berjabat tangan dengan akrabnya.
“Waah.. kau semakin cantik saja..” puji Surya dengan nada
penuh kekaguman.
“Benarkah?”
“Yup. Beda dengan waktu zaman kuliah dulu, selalu muncul
dengan kening berkerut..” Surya menyentuh mengusap kening Jodha dengan
jempulnya. Jodha tertawa. Lalu Surya merangkul bahu Jodha dan mengajaknya
pergi, “kita dinner di mana?”
Jodha hendak menjawab ketika sebuah suara memanggil namanya,
“Jodha…”
Jodha menoleh dan kaget saat melihat Jalal, “kau masih di
sini? Katanya mau ke Bandung?”
Jalal mendekat, “besok pagi…”
Jodha menatap sekeliling mencari seseorang, “Mirza mana?”
“Dia keluar....”
“Kau tidak bersamanya?”
“Ku pikir, kau sendirian…” ucap Jalal sambil menatap Surya
dengan tatapan penuh selidik.
Jodha tersenyum kearah Surya dan mengenalkannya pada Jalal, “Surya,
ini Jalal. Jalal, Surya…”
Surya dan Jalal berjabatan tangan dengan kikuk. Jodha
melihat kecanggungan itu dan ikut binggung menentukan sikap. Sebenarnya dia
telah membuat janji makan malan dengan Surya. Tapi dia juga tidak tega untuk
meninggalkan Jalal.
“Kita pergi sekarang?” tanya Surya.Jodha mengangguk.
Lalu kata Jodha pada Jalal, “kami ada janji makan malam.
Maaf…”
“Apakah kalian keberatan kalau aku ikut bergabung? Aku
sendirian kok…”
Jodha menatap Surya. Surya mengendikkan bahu, “aku hanya
memesan satu meja untuk 2 orang..”
Jalal menyahut cepat, “tidak apa. Aku bisa memesan mejaku
sendiri. Kalian makan di mana?”
Surya menyebutkan nama sebuah restoran. Jalal mengangguk
paham, “kalian pergilah dulu. Nanti aku menyusul…”
Jodha heran dengan sikap Jalal. Tadi ingin makan bersama,
tapi sekarang menyuruh pergi terlebih dahulu. Tapi Jodha tidak mau banyak
tanya. Dia bergegas pergi mengikuti Surya.
Surya menatap Jalal dengan sudut matanya dan rasa ingin
tahu, “siapa dia?”
“Teman seperjalanan. Kami satu pesawat tadi.”
“Tapi dia terlihat protektif untuk ukuran orang baru kenal…”
“Memang baru kenal. Tapi ayahku punya kerjasama dengan …
katakanlah..majikannya. Dan dia akan menjadi konsultan di sana. Jadi….”
“Ya..ya, aku paham…” Surya terlihat berpikir keras.
“Ada apa?”
“Entahlah, sepertinya aku pernah melihat Jalal. Tapi di mana….
Aku tidak ingat!”
Jodha tertawa, “dejavu….”
“Entahlah… wajahnya begitu familiar…”
“Sudahlah. Tak perlu di pikirkan lagi. Kita bergegas,
sesuatu dalam perutku sudah mulai protes….nih..” gurau Jodha.
Surya tertawa, “wah Jodha, kau harus memintanya bersabar.
Karena …. Itu dia!”
Surya menunjuk restoran yang akan mereka tuju. Jodha
terperangah, “ada rice-bowl di sini? Aku baru tahu..”
Surya menggandeng Jodha memasuki restoran. Pelayan menyambut
keduanya. Surya menyebutkan nomer reservasinya. Pelayan membawa keduanya ke satu-satunya
meja yang kosong. Meja itu lumayan besar untuk ukuran 2 orang.
Surya mengingatkan, “kami hanya berdua…”
Pelayan tersenyum sambil mengangguk, “sebentar lagi pesanan
akan kami hidangkan. Silahkan duduk…”
Surya dan Jodha saling pandang....
NEXT