Dan Jodha, rela memanggul
tanggung jawab itu bersama ketiga kakaknya. Dia tidak merasa enggan membantu
mengurus manajemen perkebunan, meski sangat sibuk mengurus Apotek dan toko
herbalnya. Karena dirinya juga sangat suka dengan tanaman.
Dan sore itu, di luar dugaan
Jodha, ayahnya membawa tamu ke gudang untuk di perkenalkan padanya. Jodha
menyambut wanita setengah baya yang anggun itu dengan ramah. Wanita itu bernama
Hamida Bano, seorang eksportir yang sangat sukses. Kedatangannya adalah untuk menawarkan
kerja sama.
“Arcana Multi Enterprise kami
menerima order untuk memasok okra ke salah satu perusahaa Jepang. Kami berpikir
untuk memenuhi kebutuhan itu dengan menanan sendiri di kebun. Tapi ternyata,
setelah di kalkulasi, tidak mampu memenuhi omzet yang kami terima. Karena itu
saya ingin menawarkan kerja sama pada Tuan Bharmal untuk memenuhi kuota yang
kurang tersebut…”
Jodha mendengarkan penjelasan
Hamida tentang kerja sama yang dia tawarkan. Hamida menjelaskan semuanya dengan
jelas dan gemblang…
“Jika Tuan Bharmal setuju dengan
kerjasama ini, kami akan menyiapkan
bibit dan tenaga ahlinya. Tuan hanya
bertanggung jawab menyiapkan lahan dan pupuk nya. Dan kami akan membeli hasil
panen sesuai dengan harga pasar. Bagaimana?” tanya Hamida.
Jodha terlihat berpikir. Tuan
Bharma menatap Jodha, “bagaimana menurutmu, nak?”
“Bisakan nyonya menyiapkan
proposalnya untuk kami pelajari?”
Nyonya Hamida tersenyum, dia
mengeluarkan sebuah map dari tas tangannya, “jangankan proposal, surat
perjanjian kerjasama sudah pun kami persiapkan…”
Jodha menerima map yang di
sodorkan nyonya Hamida. Dia membuka map itu dan membaca isinya sekilas, “kami minta
waktu untuk memikirkannya dan berdiskusi dengan anggota keluarga yang lain..”
“Berapa lama?”
Jodha meminta pertimbangan dari
tauan Bharmal, “2 hari?” Tuan Bharmal mengangguk.
Hamida turut mengangguk
mengiyakan, “baiklah, 2 hari tidak masalah. Semakin cepat semakin baik.
Segeralah kabari saya begitu ada kesepakatan. Agar kita bisa mengesahkan
kerjasama ini secara legal..”
Tuan Bharmal mengangguk takzim, “pasti.
Kami sangat menghargai tawaran kerjasama ini. Semoga segalanya berjalan
lancar..”
Setelah pembicaraan bisnis yang
singkat itu, nyonya Hamida meminta izin untuk melihat-lihat Fazenda.Tuan
Bharmal dan Jodha menemani Nyonya Hamida berkeliling perkebunan. Dia
terkagum-kagum dengan penataan lahan yang menurutnya sangat efisien. Palawija dan
buah-buahan di tanam dengan sistem tumpang sari. Sehingga tidak ada lahan yang
dibiarkan terbengkali. Semuanya produktif.
Sebagai buah tangan, Jodha
memetik beberapa buah labu madu untuk nyonya Hamida. Wanita itu menerimanya
dengan gembira, “saya pernah melihat labu madu yang lebih besar dari ini. Tapi
labu ini terlihat sangat istimewa. Ukuran yang mungil sangat unik. Kulitnya
yang keemasan begitu menggoda selera…”
“Ini labu madu organik, Nyonya.
Sengaja di tanam untuk konsumsi pribadi... ” jelas Jodha.
“Wah..berarti saya sangat
beruntung sekali bisa mencicipinya..” ucap Hamida. Jodha tersenyum renyah.
Setelah puas berkeliling fazenda,
Hamida pamitan. Sebelum pergi dia menjabat tangan Tuan Bharmal dan Jodha
bergantian. Terlihat betul kalau dia sangat berharap kerjasama mereka terwujud.
Wajahnya terlihat sangat berseri-seri setiap menatap Jodha. Dan caranya mencuri
pandang kearah gadis itu, menyimpan misteri.
Begitu Nyonya Hamida masuk
kedalam forturner dan melaju pergi. Tuan Bharmal segera menggandeng Jodha dan
mengajaknya kembali ke Casa grande. Sebelum mobil Forturner itu lenyap di balik
gerbang, Nyonya hamida menyempatkan diri manatap sekali lagi kearah Jodha dan
tersenyum. ***
Malam itu seluruh anggota
keluarga Bharmal berkumpul untuk membahas kerjasama yang di tawarkan oleh
Nyonya Hamida mewakili Arcana Multi Enterprise. Bhagwandas dan ketiga adiknya
bergantian membaca proposal itu secara seksama. Ada keraguan di mata mereka
untuk menerima apa yang di tawarkan. Bhagwandas mengungkapkan alasannya…
“Tapi ayah, meski memiliki nilai
ekonomis tinggi, tapi masyarakat kita mengangapnya sayiran aneh, karena
berlendir. Kalau mereka tidak membeli hasil panen kita, kemana kita akan
menjualnya? Pangsa pasarnya dalam negeri sangat sedikit…”
Tuan Bharmal mengangguk paham
dengan kerisauan Bhagwandas. Tapi Jodha menyela pendapatnya, “dalam perjanjian
itu kan sudah disebutkan bang, kalau hasil panen akan ditampung oleh mereka.
Mereka sendiri yang akan melakukan pemanenan begitu tanaman siap panen. Mereka
yang menyiapkan tenaga dan sebagainya. Kita terima bersih saja. Itu sangat
menggiurkan bukan?”
“Tapi Jo, kalau seumpama mereka
mangkir, kita tak punya peluang untuk memasarkannya, karena pangsa pasarnya
tidak ada..”
“Kalau begitu, kita minta klausa
tambahan. Bahwa mereka harus menampung semua hasil panen kita, jika tidak, maka
mereka harus memberi kita kompensasi sesuai kerugian yang kita terima. Bagaimana?”
saran Jodha.
Bhagwandas bertanya, “apakah bisa
menambahkan klausa itu dalam pernjanjian kerjasama ini?”
Jodha mengendikkan bahu, “kita
bisa mencobanya. Untuk kenyamanan kedua belah pihak. Agar kita tenang dan tidak
was-was. Jadi bagaimana?”
Tuan Bharmal menanyai Jodha, “jadi
menurutmu, kerjasama ini memiliki prospek dan menguntungkan?”