Jodha menatap Jalal dengan
tatapan heran, “itu bunga Peoni. Dan anda sendiri? “
Jalal mengulurkan tanganya, “aku
Udin. Aku mengantar Nyonya Hamida ..”
“Anda sopirnya?” tanya Jodha.
Jalal tertawa, “bisa di bilang
begitu. Dan dirimu?”
“Saya putri pemilik rumah ini…”
sahut Jodha, “bisakah anda memberi saya jalan?”
Jalal melangkah minggir dan
membiarkan Jodha lewat. Jodha tersenyum pada Jalal sambil mengucapkan terima
kasih. Jalal membuntuti Jodha.
Menawati menyambut Jodha, “darimana
saja? Aku menelponmu dari tadi…” Jodha tersipu malu, “maaf ma, tidak
terdengar..”
Jodha mendekati Hamida yang
berdiri menyambutnya. Sambil menjabat tangan Hamida dengan takzim, Jodha
berkata, “maaf Nyonya, karena membuat Anda menunggu..”
Hamida menepuk bahu Jodha, “tidak
apa. Aku menikmati pemandangan rumah ini. Asri sekali..”
Tuan Bharmal keluar bersama
Bhagwandas. Jodha menyambut ayah dan kakaknya dengan anggukan kepala. Dan
hendak pamit untuk menyegarkan diri ketika Nyonya Hamida mencegah, “tidak
perlu, kami terburu-buru. Apakah kita sepakat dengan kerjasama ini?”
Tuan Bharmal dan Jodha serta
Bhagwandas saling tatap. Jodha mengambil map yang di sodorkan ayahnya. Dan mempersilahkan
nyonya Hamida duduk. Jalal yang berdiri di belakang nyonya Hamida mengamati semuanya
dengan seksama. Tuan Bharmal mempersilahkan Jalal duduk, tapi Jalal dengan
sopan menolak.
Jodha membuka proposal yang telah
mereka pelajari semalam dan mengajukan klausa yang telah di sepakati. Nyonya
Hamida mengangguk-angguk paham, “memang seperti itu yang kami maksudkan. Semua
hasil panen kami tampung. Jadi tak perlu kahwatir tentang pemasaran. Begitu tiba
masa panen, kami akan mengirim tenaga terlatih untuk memungguti buah okra yang
sesuai dengan kriteria…”
Tuan Bharmal tersenyum gembira, “jika
seperti itu adanya, kami menerima kerjasama ini…”
Jalal membisikan sesuatu ke
telinga Hamida. Hamida mengangguk, “dan kami juga ingin kepastian, bahwa kalian
bisa memenuhi omzet yang kami minta. Yaitu 200 kg per bulan…”
Jodha menatap Bhagwandas.
Bhgwandas mengangguk, “ini pertama kali kami menanam okra. Jika data-data tentang
tanaman ini sesuai dengan yang diatas kertas, kami pasti sanggup memenuhinya.
Jadi nyonya tidak perlu khawatir. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk
mencapai target yang di tetapkan. Tapi untuk yang pertama, kami mohon kelonggaran…”
Jalal berbisik lagi. Tuan Bharmal
menyela dengan rasa ingin tahu, “…anak muda ini…”
Nyonya Hamida menyahut cepat, “dia…”
Jalal memotong ucapan Hamida, “saya supirnya…”
Hamida heran mendengar pengakuan
Jalal tapi tak mau membantah, malah menegaskan, “..merangkap penasehat. Dia
salah satu ahli di bidang tanam menanam okra. Apapun yang ingin kalian ketahui
tentang Okra, bisa tanyakan padanya. Atau kalau perlu, dia bisa menjadi
konsultan dan pendamping ahli…” Jalal mengangguk
setuju.
Tuan Bharmal mengiyakan dengan
gembira. Sementara Jodha tak terlalu mengacuhkannya. Dia sibuk membaca akte
kerjasama untuk kesekian kalinya dan mempersiapkan kertas itu di meja untuk di
tandatangani oleh ayahnya dan nyonya hamida.
Setelah penandatanganan kerjasama
itu selesai, nyonya Hamida dan Jalal pamit. Tuan Bharmal coba mengajak mereka
sarapan bersama, tapi mereka menolak karena di buru waktu. Lalu kedua pihak
saling berjabat tangan. Untuk pertama kalinya Jalal merasakan getaran di dada
saat menjabat tangan seorang wanita. Dan wanita itu adalah Jodha… ***