Begitu
Surya pergi, Jodha pun pamit pergi. Jalal membuntutinya. Saat Jodha masuk ke
Lift, Jalal ikut masuk ke lift. Jodha jadi jengah, “kenapa…?
“Kamar
kita di lantai yang sama….”
“Jodha
heran, “iyakah?”
Jalal
mengangguk. Begitu sampai di lantai 3, Jalal mempersilahkan Jodha keluar lebih
dahulu. Jodha mengucapkan selamat malam pada Jalal lalu beranjak menuju ke
kamarnya. Jalal masih membuntutinya. Ketika Jodha berdiri di depan pintu kamarnya, Jalal berdiri
mengawasi.
“Apa
lagi?” tanya Jodha dengan binggung.
“Aku
hanya ingin memastikan kau selamat sampai di kamar…”
Jodha
tertawa, “.. baiklah, selamat malam bung!”
Lalu
Jodha masuk ke kamarnya. Jalal pun beranjak menuju kamarnya yang terpisah lima
pintu dari kamar hotel Jodha.
Begitu
masuk kamar, setelah membersihkan diri, Jodha langsung tertidur. Malam berlalu
begitu cepat.
Begitu pagi menjelang, Jodha segera bersiap.
Hari ini acara seminar akan berlangsung setengah hari. Mulai jam 7 sampai jam 3
sore. Jodha menyempatkan diri melihat tiket pesawat do traveloka. Penerbangan
terakhir ke kotanya jam 9 malam. Jodha
berniat pulang malam itu juga.
Dia
menelpon Bhagwandas, “bisakah abang menjemputku nanti malam?”
Dis
eberang terdengar suara Bhagwandas, “untuk adik ku, selalu bisa. Jam berapa?”
Jodha
menyebut jam 10. Bhagwandas bersedia, “sebelum jam 10 kami sudah berada disana.
Jangan khawatir. Jaga dirimu baik-baik…”
Setelah
mengkonfirmasi kesediaan Bhagwandas, Jodha segera booking tiket di traveloka. Mengirim
pembayaran dan mendapatkan kodenya.
Begitu
jam dingin menunjuk waku 15 menit sebelum jam 7, Jodha segera bergegas keluar
dari kamar. Saat berbalik setelah mengunci pintu, Jodha kaget melihat Jalal
sudah berdiri di belakangnya.
“Selamat
pagi. Ayo kita sarapan bersama…”
Jodha
menggeleng, “maaf, Jalal. Aku harus segera pergi. Seminar akan di mulai sepuluh
menit lagi…”
Tanpa
mendengar jawaban Jalal, Jodha melangkah pergi dengan bergegas. Dia tahu
waktunya sangat sempit dan tidak ingin terlambat. Jalal memberangi lagkahnya.
“Terburu-buru
sekali ya?”
Jodha
masuk ke lift begitu pintu lift terbuka. Jalal ikut masuk.
“Iya.
Aku sudah terlambat…”
2
menit perjalanan vertikal terasa sangat lama. Jodha terlihat cemas. Begitu
pintu lift terbuka, Jodha menghambur keluar. Jalal mengejarnya. Di depan
resepsionis, sudah menunggu Surya. Jodha menghampirinya. Melihat Surya, Jalal
langsung menahan langkahnya.
“Kau
tidak berubah ya? Selalu last minute…” sapa Surya.
Jodha
tersenyum, “ susah untuk berubah…”
Surya
menyodorkan segelas kopi starbuck dan sebungkus roti O, “sarapanmu….”
Jodha
menerimanya dan segera menyeruput kopinya. Surya mengambil tas tangan Jodha dan
membawakannya. Keduanya melangkah pergi dengan di ikuti tatapan kecewa Jalal.
Baru beberapa langkah, Jodha teringat Jalal. Dia menoleh dan melambai kearah Jalal.
Jalal yang semula kecewa jadi tersenyum sumringah. Melihat itu Surya ikut
melambaikan tangan ke arah Jalal.
Seminar Apoteker hari itu berjalan lancar.
Banyak ilmu yang di serap oleh para peserta, karena pembicaranya adalah
ahli-ahli Apoteker tingkat dunia dan herbalis ternama. Tidak mudah lho menjadi
Apoteker dan Herbalis. Ilmu pengetahuan nya harus banyak. Baik tentang manfaat
dan khasiat suatu bahan obat hingga kontraindikasinya jika di gabungkan dengan
obat lain. Seorang herbalis harus sensitif dan cekatan. Baik saat mengukur
sukatan ataupun meresepkan ramuan. Dan Jodha adalah salah satu apoteker yang
memiliki sense itu dan sangat berdedikasi. Dia tidak menjadi apoteker hanya agar
bisa meminjamkan namanya di apotek-apotek, tapi benar-benar terjun sebagai
apoteker dengan memilik apotek dan toko herbal sendiri.
Dan
Jalal, terpikat dengan Apoteker itu. Tanpa dia ketahui kalau Jodha dan Ruqayah
saling kenal. Seperti kebanyakan pria, sekali hati terpikat, maka harus segera
memikat. Dia lupa kalau sudah tidak sendiri lagi. Yang ada dalam benaknya
adalah bagaimana memikat hati Jodha.
Mirza
coba mengingatkan Jalal tentang statusnya yang telah beristri. Jalal memaksa
Mirza berjanji agar tidak memberitahu Jodha, kalau gadis itu tidak bertanya.
Mirza dengan berat hati berjanji. Dan sekali lagi harus tunduk pada keinginan
abangnya itu, ketika dia memaksanya menunggu Jodha di lobby hotel.
Mirza
menatap jam tanganya, “sudah jam setengah 5, masak beluk bubar juga?”
“Ya
mungkin dia masih berbincang-bincang dengan rekannya..” hibur Jalal.
“Coba
abang tanyakan ke resepsionis…” saran Mirza
Jalal
bangkit dari duduknya dan mendekati resepsionis. Petugas cantik yang
resepsionis itu menghampir Jalal sambil tersenyum manis.
Jalal
bertanya tentang penghuni kamar 108. Petugas resepsionis melihat data tamunya, “Jodha
Wismoyo? Sudah checkout jam 1 siang…”
Jalal
kaget dan kecewa. Sia-sia penantiannya. Setelah mengucapkan terima kasih, dia
kembali menghampiri Mirza dengan lesu.
“Bagaimana
bang?” tanya Mirza dengan rasa ingin tahu.
“Dia
sudah checkout…”
Lalu
Jalal mengajak Mirza pergi dengan wajah masygul. Mirza membuntutinya, “sekarang
bagaimana?”
Jalal
mengendikkan bahu, “kita pulang…..”
“Katanya
abang berjanji akan pulang bareng dia…”
“Dia
sudah pergi Mirza. Bagaimana menghubunginya?”
“Abang
tak punya nomer telpon dia?”
Jalal
mengeleng. Mirza terpikir sesuatu. Dia berlari masuk ke lobby hotel kembali.
Jalal menunggu dengan tidak sabar. Tak lama kemudian dia kembali sambil mendial
nomor. Tapi tidak di angkat.
“telpon
siapa?” tanya Jalal.
“Jodha….”
Mendengar
itu, Jalal segera merampas hp Mirza dan mendekatkan ke telinganya sendiri. Benar
tak tersambung. Jalal putus asa. Dia hendak membanting hp itu, untung Mirza
keburu merebutnya…