-->

Hai !!! Selamat membaca..! Semoga menginspirasi...

Cinta yang Terbagi bag 11

Begitu Surya pergi, Jodha pun pamit pergi. Jalal membuntutinya. Saat Jodha masuk ke Lift, Jalal ikut masuk ke lift. Jodha jadi jengah, “kenapa…?
“Kamar kita di lantai yang sama….”
“Jodha heran, “iyakah?”
Jalal mengangguk. Begitu sampai di lantai 3, Jalal mempersilahkan Jodha keluar lebih dahulu. Jodha mengucapkan selamat malam pada Jalal lalu beranjak menuju ke kamarnya. Jalal masih membuntutinya. Ketika Jodha berdiri  di depan pintu kamarnya, Jalal berdiri mengawasi.
“Apa lagi?” tanya Jodha dengan binggung.
“Aku hanya ingin memastikan kau selamat sampai di kamar…”
Jodha tertawa, “.. baiklah, selamat malam bung!”
Lalu Jodha masuk ke kamarnya. Jalal pun beranjak menuju kamarnya yang terpisah lima pintu dari kamar hotel Jodha.
Begitu masuk kamar, setelah membersihkan diri, Jodha langsung tertidur. Malam berlalu begitu cepat.
 Begitu pagi menjelang, Jodha segera bersiap. Hari ini acara seminar akan berlangsung setengah hari. Mulai jam 7 sampai jam 3 sore. Jodha menyempatkan diri melihat tiket pesawat do traveloka. Penerbangan terakhir  ke kotanya jam 9 malam. Jodha berniat pulang malam itu juga.
Dia menelpon Bhagwandas, “bisakah abang menjemputku nanti malam?”
Dis eberang terdengar suara Bhagwandas, “untuk adik ku, selalu bisa. Jam berapa?”
Jodha menyebut jam 10. Bhagwandas bersedia, “sebelum jam 10 kami sudah berada disana. Jangan khawatir. Jaga dirimu baik-baik…”
Setelah mengkonfirmasi kesediaan Bhagwandas, Jodha segera booking tiket di traveloka. Mengirim pembayaran dan mendapatkan kodenya.
Begitu jam dingin menunjuk waku 15 menit sebelum jam 7, Jodha segera bergegas keluar dari kamar. Saat berbalik setelah mengunci pintu, Jodha kaget melihat Jalal sudah berdiri di belakangnya.
“Selamat pagi. Ayo kita sarapan bersama…”
Jodha menggeleng, “maaf, Jalal. Aku harus segera pergi. Seminar akan di mulai sepuluh menit lagi…”
Tanpa mendengar jawaban Jalal, Jodha melangkah pergi dengan bergegas. Dia tahu waktunya sangat sempit dan tidak ingin terlambat. Jalal memberangi lagkahnya.
“Terburu-buru sekali ya?”
Jodha masuk ke lift begitu pintu lift terbuka. Jalal ikut masuk.
“Iya. Aku sudah terlambat…”
2 menit perjalanan vertikal terasa sangat lama. Jodha terlihat cemas. Begitu pintu lift terbuka, Jodha menghambur keluar. Jalal mengejarnya. Di depan resepsionis, sudah menunggu Surya. Jodha menghampirinya. Melihat Surya, Jalal langsung menahan langkahnya.
“Kau tidak berubah ya? Selalu last minute…” sapa Surya.
Jodha tersenyum, “ susah untuk berubah…”
Surya menyodorkan segelas kopi starbuck dan sebungkus roti O, “sarapanmu….”
Jodha menerimanya dan segera menyeruput kopinya. Surya mengambil tas tangan Jodha dan membawakannya. Keduanya melangkah pergi dengan di ikuti tatapan kecewa Jalal. Baru beberapa langkah, Jodha teringat Jalal. Dia menoleh dan melambai kearah Jalal. Jalal yang semula kecewa jadi tersenyum sumringah. Melihat itu Surya ikut melambaikan tangan ke arah Jalal.
 Seminar Apoteker hari itu berjalan lancar. Banyak ilmu yang di serap oleh para peserta, karena pembicaranya adalah ahli-ahli Apoteker tingkat dunia dan herbalis ternama. Tidak mudah lho menjadi Apoteker dan Herbalis. Ilmu pengetahuan nya harus banyak. Baik tentang manfaat dan khasiat suatu bahan obat hingga kontraindikasinya jika di gabungkan dengan obat lain. Seorang herbalis harus sensitif dan cekatan. Baik saat mengukur sukatan ataupun meresepkan ramuan. Dan Jodha adalah salah satu apoteker yang memiliki sense itu dan sangat berdedikasi. Dia tidak menjadi apoteker hanya agar bisa meminjamkan namanya di apotek-apotek, tapi benar-benar terjun sebagai apoteker dengan memilik apotek dan toko herbal sendiri.
Dan Jalal, terpikat dengan Apoteker itu. Tanpa dia ketahui kalau Jodha dan Ruqayah saling kenal. Seperti kebanyakan pria, sekali hati terpikat, maka harus segera memikat. Dia lupa kalau sudah tidak sendiri lagi. Yang ada dalam benaknya adalah bagaimana memikat hati Jodha.
Mirza coba mengingatkan Jalal tentang statusnya yang telah beristri. Jalal memaksa Mirza berjanji agar tidak memberitahu Jodha, kalau gadis itu tidak bertanya. Mirza dengan berat hati berjanji. Dan sekali lagi harus tunduk pada keinginan abangnya itu, ketika dia memaksanya menunggu Jodha di lobby hotel.


Mirza menatap jam tanganya, “sudah jam setengah 5, masak beluk bubar juga?”
“Ya mungkin dia masih berbincang-bincang dengan rekannya..” hibur Jalal.
“Coba abang tanyakan ke resepsionis…” saran Mirza
Jalal bangkit dari duduknya dan mendekati resepsionis. Petugas cantik yang resepsionis itu menghampir Jalal sambil tersenyum manis.
Jalal bertanya tentang penghuni kamar 108. Petugas resepsionis melihat data tamunya, “Jodha Wismoyo? Sudah checkout jam 1 siang…”
Jalal kaget dan kecewa. Sia-sia penantiannya. Setelah mengucapkan terima kasih, dia kembali menghampiri Mirza dengan lesu.
“Bagaimana bang?” tanya Mirza dengan rasa ingin tahu.
“Dia sudah checkout…”
Lalu Jalal mengajak Mirza pergi dengan wajah masygul. Mirza membuntutinya, “sekarang bagaimana?”
Jalal mengendikkan bahu, “kita pulang…..”
“Katanya abang berjanji akan pulang bareng dia…”
“Dia sudah pergi Mirza. Bagaimana menghubunginya?”
“Abang tak punya nomer telpon dia?”
Jalal mengeleng. Mirza terpikir sesuatu. Dia berlari masuk ke lobby hotel kembali. Jalal menunggu dengan tidak sabar. Tak lama kemudian dia kembali sambil mendial nomor. Tapi tidak di angkat.
“telpon siapa?” tanya Jalal.
“Jodha….”
Mendengar itu, Jalal segera merampas hp Mirza dan mendekatkan ke telinganya sendiri. Benar tak tersambung. Jalal putus asa. Dia hendak membanting hp itu, untung Mirza keburu merebutnya…

Popular Posts