Senja Di bawah Kamboja Merah. Awal kuliah, Susana
mulai dating dengan Gunawan. Aku mulai sedikit terlupakan. Hubungannya dengan
Gunawan sangat menyita perhatian. Setiap kali kubutuhkan, dia selalu tidak ada.
Aku merana sendirian. Biasanya ada yang menjadi kawan bergurau dan
bercanda. Tapi semua kini sudah berubah. Untuk membuang masa dan melipur lara
karena di lupakan sahabat tercinta, aku aktif dalam program kemahasiswaan.
Menyibukan diri dalam berbagai kegiatan. Hingga akhirnya Susana pun ku lupakan.
Suatu hari, sepulang dari mendaki aku bertemu Susana di depan
teras rumah kost an. Basah kuyub tersiram hujan. Matanya yang merah menatap ku
dengan gelisah. Dia berlari menyambutku dan memeluk ku penuh rindu.
“Aku kangen diri mu!” ucapnya setelah berganti pakaian dan sibuk mengeringkan rambutnya yang basah.
“Kenapa susah sekali menemuimu, berkali-kali aku kemari…”
“Kau kemari? Kapan?”
“Lima hari yang lalu, tiga hari yang lalu….kemarin…”
jelasnya.
“Memang nggak ada yang memberitahu mu kalau aku sedang ikut
ekspedisi ke gunung Gede?” tanyaku. Susana mengeleng. “Kau tidak ketemu dengan penghuni kost an ini?”
Susana kembali mengeleng. Aku menatapnya heran,
“Jangan-jangan kau kesini tengah malam…”
Susana tertawa tertahan, “Memang malam. Tapi tidak sampai
tengah malam. Kau kira aku tidak takut apa…”
“Kan ada Gunawan,” sahutku ringan. Raut wajahnya berubah
suram. “Kenapa? Aku salah bicara?”
Susana terdiam. Aku mendekatinya dengan rasa heran. Susana
menatapku sendu, “Gunawan selingkuh…”
“Hah??” aku ternganga tak percaya. “Kau bercanda?”
“Aku serius! Aku melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Mereka berduaan di dalam kamar ..” ucapnya dengan kalimat terbata-bata menahan
sesak di dada.
“Mereka siapa?”
“Gunawan dan Saskia.”
“Saskia anak Kimia?” tanyaku semakin tak percaya.
“Kau mengenalnya?”
“Tidak. Cuma tau aja. Ngapain mereka berduaan di kamar?”
tanyaku dengan heran. Susana melotot kearahku. “Apa?”
“Kau ingin aku menanyai mereka?”
“Lho memang kau tidak menanyai mereka?” tanyaku balik.
“Maya…aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu apa yang dilakukan
oleh sepasang insan…berduaan dalam…”
“Tau dari mana, kalau kau tidak bertanya? Awas salah duga!
Siapa tahu mereka cuma belajar bersama. Gunawan kan ahli Biologi dan Saskia….”
Oo aku baru sadar kalau baru saja menyiram minyak dalam api yang bergejolak.
“Praktek biologi! Apalagi? Dasar buaya..! mata keranjang…!”
omel Susana dengan geram.
“Siapa?” tanyaku dengan maksud mengoda. Tapi rupanya Susana
betul-betul sedang marah. Airmatanya menetes membasahi pipinya yang merona.
Ah..begitu rupanya kalau bercinta. Banyak masalah. Aku mendekatinya.
Susana
segera memeluk ku dan menyembunyikan tangisnya di pundak ku. Aku hanya
mengelus punggungnya dengan lembut tak
tahu harus berkata apa. Masalah percintaan bukan bidangku. Daripada salah
bicara, lebih baik jadi pendengar setia saja.
Setelah cukup lama, aku membuka
suara.. “Suz, sudah 2 hari tidak mandi. Tercium tidak bau ku yang asam?”
Susana mengangkat wajahnya sambil menahan tawa, “Pantesan…!”
“Hahaha… nggak tercium kan? Ehmmm… Rexona memang yahuut!”
kataku mencoba menceriakan suasana. Susana tertawa. Aku senang melihatnya. “Aku
pergi mandi dulu, ya. Nanti ku antar kau pulang.”
“Boleh nginap di sini tidak?” tanyanya segan.
“Besok nggak ada kuliah?” aku balas bertanya. Susana
menggeleng. Aku malas bertanya lebih lanjut, “Ya udah. Nginap aja. Kitapun
sudah lama tidak cerita-cerita.”
Semalaman kami bergadang. Saling bertukar cerita dan
pengalaman selama tidak bersama. Tenyata banyak hal yang ingin di utarakan.
Hanya selama ini tidak pernah ada kesempatan. Malam ini, kebersamaan ini terasa
begitu indah. Seharusnya aku berterimah kasih pada Saskia yang telah
mengembalikan sahabatku tercinta.